Mengejar Beasiswa, dari LPDP hingga RSIS Singapura

Melanjutkan studi pascasarjana adalah salah satu tujuan utama saya bahkan sebelum lulus sarjana. Bercita-cita menjadi akademisi pun memaksa saya dengan sebuah pilihan untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin.

Lingkungan Departemen ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia yang luar biasa kompetitif dan hebat membuat saya termotivasi untuk melanjutkan studi di negara lain. Tentunya bukan hanya sekadar target di luar negeri, tetapi mencari universitas terbaik yang memiliki jurusan yang saya tuju.

Belakangan ini banyak sekali teman dan senior yang mendapatkan beasiswa dari LPDP Kementerian Keuangan. Sebelum saya lulus, sudah melihat banyak senior yang mendapatkan beasiswa tersebut dan melancong ke negara-negara seperti Amerika dan Britania Raya. Terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang positif, akhirnya saya mencoba mencari universitas dan jurusan yang akan menjadi target saya. Awalnya, pilihan saya tertuju pada Britania Raya.

Mulanya saya menargetkan untuk dapat diterima di St. Andrews dan King’s College London. Tentunya dengan jurusan kajian terorisme karena mengingat selama studi S1 saya menaruh minat sangat besar terhadap isu terorisme.

LPDP

Upaya awal yang saya lakukan adalah mencari tahu tentang tanggal pendaftaran universitas dan beasiswa. Untuk jalur beasiswa yang hendak saya tempuh pada waktu itu adalah LPDP. Saya cukup dikejutkan oleh LPDP ketika pihak LPDP secara mendadak mengumumkan deadline pendaftaran untuk periode 1 secara mendadak. Kalau tidak salah hanya berselang 2 minggu hingga tanggal penutupan pendaftaran.

Drama pendaftaran beasiswa LPDP ini pun dimulai dengan sebuah kepanikan. Saya yang waktu itu belum mempersiapkan apa-apa, terlebih lagi akhir tahun lalu saya baru kembali dari magang 2 bulan di Tokyo. Belum sempat tes kesehatan dan membuat SKCK(Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Untungnya saya sudah mengambil IELTS pada Agustus 2015.

Drama semakin menjadi ketika web LPDP sangat susah untuk diakses, saya dan teman-teman seperjuangan (Muthi, Rani, dan Reiput(teman sejak Liqa di SMA Negeri 8 Jakarta)) pun semakin panik. Kami belum mengupload banyak dokumen atau bahkan masih nihil dan belum membuat akun. Akhirnya kami memutuskan untuk mengurusi berkas-berkas yang belum selesai.

Saya pun akhirnya mengurus SKCK dan surat kesehatan. SKCK saya urus di Polsek Jakarta Utara di Tanjung Priuk karena KTP saya berdomisili di Jakarta Utara. Untuk tes kesehatan saya lakukan di RS Persahabatan (tes kesehatan LPDP harus dilakukan di RS Umum rujukan Pemerintah). Ada sedikit drama lagi ketika tes kesehatan karena entah mengapa hasil tes Mantoux saya positif (tes untuk melihat indikasi TBC). Mengapa positif? Karena besarnya bekas suntikan saya melebihi batas normal. Namun setelah dikonsultasikan lagi ke dokter, saya tidak mengidap TBC karena tidak ada keluhan. Ternyata setelah saya tanya ke beberapa orang memang orang Indonesia memiliki kecenderungan tinggi untuk mendapatkan hasil tes mantoux positif karena lingkungan sekitar yang sangat rentan virus TBC.

Setelah terkumpul semua berkas akhirnya saya mengupload semuanya ke web LPDP. Namun tepat satu hari setelah saya mengupload semua berkas ke web lpdp, terdapat sebuah e-mail yang membuat saya memutuskan untuk tidak melanjutkan proses LPDP.

Bukan penolakan dari LPDP karena pengumuman seleksi administratif tentunya tidak langsung satu hari setelah berkas diupload. Kebetulan juga di hari pengumuman administratif, saya dinyatakan lulus seleksi administratif LPDP dan berhak melanjutkan ke proses selanjutnya. Namun terdapat e-mail yang memberitahukan bahwa saya berhasil mendapatkan beasiswa dari Indonesia Programme RSIS Singapura. Sejujurnya proses seleksi beasiswa dari Indonesia Programme RSIS Singapura pun telah saya ikuti sebelum saya mengikuti proses seleksi LPDP.

Beasiswa Indonesia Programme, RSIS, NTU Singapura

Saya memang selalu bercita-cita untuk menempuh pendidikan pascasarjana di tempat yang jauh dari Indonesia agar membangun kemandirian juga. Dulu saya sempat tes masuk NTU saat kelas XII, namun gagal. Untuk studi pascasarjana sebenarnya tidak pernah terbesit pemikiran untuk mencoba lagi di NTU atau melanjutkan studi di Singapura karena jaraknya relatif dekat.

Dipenuhi target untuk terus mengejar studi pascasarjana di Britania Raya, pikiran saya tiba-tiba sedikit berubah karena suatu momen. Suatu saat ketika saya sedang mengerjakan suatu pekerjaan dari freelance penelitian, saya berada di dalam satu ruangan dengan beberapa dosen. Saya bekerja sementara mereka sedang mengobrolkan suatu hal.

Salah satu dari mereka menceritakan bagaimana beliau baru saja kembali dari Singapura untuk presentasi paper dalam sebuah forum yang diadakan oleh RSIS. Beliau memang kebetulan alumnus dari RSIS. Entah kenapa di situ saya berpikir, mungkin memang jarak Singapura dan Jakarta dekat, probabilitas kalau saya akan sering pulang ke Jakarta ketika sedang studi di sana memang cukup tinggi. Tapi kemudian saya berpikir bahwa kedekatan jarak juga membuat relevansi studi tentang kawasan atau negara yang dilakukan antara Singapura dan Indonesia pun tinggi. Dengan demikian, kesempatan kerja yang akan saya dapatkan di negeri singa tersebut pun mungkin juga akan lebih tinggi.

Akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri ke RSIS Singapura. Setelah sebelumnya tidak pernah terpikirkan sama sekali.

Tidak lama kemudian, entah sebuah kebetulan atau bukan, saya ditawarkan kesempatan untuk membantu salah satu penelitian dari Indonesia Programme, RSIS Singapura. Pekerjaannya berlangsung selama beberapa bulan dari awal Desember hingga awal tahun 2016.

Melalui pekerjaan itu lah saya lebih mudah mendapatkan informasi seputar RSIS dan beasiswa yang tersedia di sana. Tapi tentunya sebelumnya saya juga pernah bertanya dengan salah seorang senior yang mendapatkan beasiswa di RSIS. Kebetulan saya juga bekerja dengannya untuk proyek penelitian tersebut.

Tak lama kemudian saya mendapatkan kabar dari senior saya tersebut bahwa Indonesia Programme RSIS Singapura sudah mulai membuka pendaftaran untuk beasiswa tahun akademik berikutnya. Indonesia Programme sendiri adalah think tank dari RSIS Singapura yang berfokus pada Indonesia dan terkait isu-isu seperti militer dan pertahanan, foreign policy, Indonesia sebagai regional power, politik Islam dan pergerakan Islam, serta isu-isu nasional dan politik lokal. Jika berhasil mendapatkan beasiswa dari Indonesia Programme maka otomatis kesempatan mendapatkan bangku di RSIS Singapura pun semakin besar.

Proses seleksi beasiswanya berlangsung di tengah masa pendaftaran universitasnya. Periode pendaftaran di mulai pada bulan Oktober dan tutup pada akhir Januari. Sementara itu Informasi mengenai pendaftaran beasiswa saya ketahui pada bulan November dan deadline untuk proses awalnya adalah 4 Desember. Terdapat dua macam beasiswa yang ditawarkan, yakni Research Analyst Study Award (part-time 2 tahun) dan Student Research Assistantship (full-time 1 tahun). Saya sendiri awalnya mendaftar untuk Research Analyst Study Award.

rsisScreen Shot 2016-05-20 at 9.36.34 AM

Hal yang pertama untuk dilakukan adalah mengirimkan CV dan contoh tulisan akademis 1000 kata. Untuk contoh tulisan saya merangkum dan menerjemahkan skripsi S1 saya mengenai strategi perang kelompok teroris Jabhat Al-Nusra di Suriah.

Pada saat proses pengerjaan terjemahan tersebut saya sedang magang di Tokyo dan melakukannya di sela-sela waktu kerja. Saya yang masih kurang percaya diri dengan hasil terjemahan saya sendiri meminta bantuan ke guru saya semasa di ILP Rawamangun untuk mengecek kesesuaian grammar dan kata. Akhirnya saya pun mengirimkan contoh tulisan dan CV pada tenggat waktu.

Kemudian pada tanggal 12 Januari 2016 saya mendapatkan sebuah e-mail yang menginformasikan bahwa saya berhak mengikuti proses seleksi selanjutnya, yakni wawancara via Skype dengan Prof. Leonard C. Sebastian sebagai koordinator dari Indonesia Progamme. Diberitahukan pula bahwa wawancara akan membicarakan seputar esai yang dikirimkan, latar belakang personal, serta minat studi dan penelitian.

Wawancara berlangsung pada 15 Januari 2016 selama lebih kurang 30 menit. Sesuai dengan e-mail sebelumnya, wawancara menanyakan hal-hal yang telah disebutkan. Saya menjelaskan bagaimana latar belakang keterlibatan dalam beberapa penelitian dan pernah magang di CSIS Indonesia.

Selain itu kami juga membicarakan esai saya yang membahas tentang kelompok terorisme di Suriah, yang akhirnya membawa kami ke topik tentang terorisme dan saya pun mencoba menariknya ke kondisi di Indonesia dan kawasan. Terlebih lagi pada saat itu baru saja terjadi serangan ke Sarinah Thamrin. Saya juga menjelaskan bahwa belakangan saya mulai menaruh minat kepada transformasi militer dan ingin mempelajarinya lebih lanjut. Saya masih ingat juga bahwa ditanyakan tentang kemampuan bahasa Inggris saya dan beliau sempat menekankan apakah saya mampu meningkatkan kemampuan writing karena skor IELTS saya untuk writing masih 6.5, sementara RSIS meminta skor 7. Saya pun bilang bahwa saya akan berusaha meningkatkannya dan menyadari masih lemah dalam kemampuan penulisan dalam bahasa Inggris.

Tak lama kemudian, tepatnya pada tanggal 19 Januari 2016, satu hari setelah saya submit semua berkas LPDP secara online, saya mendapatkan e-mail yang menyatakan bahwa saya berhasil mendapatkan Student Research Assistant Award. Memang bukan Research Analyst Study Award yang saya inginkan, tapi saya tetap bersyukur bahwa akhirnya saya mendapatkan titik terang beasiswa.

Screen Shot 2016-05-20 at 9.39.21 AM

Setelah itu saya pun baru mengurus semua proses pendaftaran universitas, seperti berkas-berkas dan membayar biaya pendaftaran. Berkas perlu di submit secara online dan juga dikirimkan langsung ke Graduate Programme Office RSIS. Memang semua proses ini disarankan oleh senior saya untuk dilakukan setelah kepastian beasiswa karena dari pihak pemberi beasiswa akan memberikan informasi ke GPO tentang penerima beasiswanya agar dokumennya dapat ditandai. Memang jeda waktunya relatif pendek ke tanggal penutupan pendaftaran, yakni sekitar 2 minggu namun waktunya relatif cukup karena saya sendiri sudah mempersiapkan semua berkas yang dibutuhkan sebelumnya.

Saya mendaftarkan diri untuk program Strategic Studies RSIS Singapura. Mengapa? Karena sejalan pula dengan minat studi saya selama S1 yang banyak mengambil kelas-kelas pengkajian strategi. Isu-isu yang saya minati pun seputar perang, militer, dan terorisme.

Tentu saja awalnya masih ada ketakutan dari saya tentang pengumuman penerimaan universitas. Tapi senior saya meyakinkan bahwa kalau sudah dapat beasiswa maka biasanya otomatis akan diterima universitasnya. Terlebih lagi memang GPO telah dinotifikasi lebih awal mengenai dokumen para penerima beasiswa. Akhirnya saya pun secara resmi menerima e-mail yang menyatakan saya diterima untuk MSc Programme Strategic Studies RSIS Singapura pada 13 April 2016. Untuk e-mail resmi beasiswanya, saya terima pada 6 Mei 2016.

Screen Shot 2016-05-20 at 9.40.38 AM
E-mail Offer dari NTU
Screen Shot 2016-05-20 at 9.41.33 AM
E-mail resmi beasiswa dari RSIS

Memang tidak akan ada yang pernah tahu ke mana langkah awal selanjutnya dalam hidup. Tidak pernah terbesitkan dalam benak saya bahwa saya akan melanjutkan studi pascasarjana di Singapura. Tapi saya yakin ini akan menjadi jalan terbaik untuk saya.

Untuk teman-teman yang sedang mencari beasiswa, jangan putus asa karena sebenarnya banyak program beasiswa yang tersedia. Hal yang perlu anda lakukan hanyalah mencari informasi sebanyak mungkin dan tidak terpaku pada satu jenis beasiswa saja.

3 thoughts on “Mengejar Beasiswa, dari LPDP hingga RSIS Singapura

  1. Senang sekali bisa menemukan blog ini. Berharap bisa menjalin kontak sebagai saluran informasi bagi saya dalam berburu peluang beasiswa di rsis. Saya sangat tertarik pada studi pertahanan khususnya keamanan maritim . Saat ini saya studi magister konsentrasi maritime security. Trims

  2. Senang sekali rasanya membaca blog yang sangat memotivasi ini. Bismillah, doakan saya yaa teman-teman semoga saya bisa melanjutkan jejak jejak study di Singapura. Terimakasih kak Aya, sangat memotivasi saya.

Leave a comment